Langsung ke konten utama

Suasana di Pulau Aceh


Pulo Aceh 2006
“Asalamualaikum Rio,mau ke pulo Aceh?”
“Walekomslam,Mau bang,kapan?”
“4 jam lagi,ini Rio dimana?”
“Sigli bang”
“ya,abang tunggu di Ulee Lhee,”
“cepat kemari”
“oke bang”
Aku menutup telepon dari Bang Ansar, Presiden BEMA IAIN Ar-Raniry 2006, lalu kedapur
“Mak, Pon Pergi ke Pulo Aceh ya?”
“sama siapa?”
“Sama anak BEM”
“hana meuho jak,dirumoh duek” mama tidak megizinkan
Kebetulan ayah baru pulang kantor
“Ayah,Pon pergi ke Pulo Aceh ya?”
“jak laju,hati-hati”
Karena Istri harus patuh pada suami,jadi aku ikut kata ayah, beliau memberi izin.lala aku mengambil tas, membuka lemari,ambil beberapa baju,beberapa jenis celana,deodorant,sikat gigi,obat ganteng (sisir)
Senter,zippo,kain sarung dan selimut.lalu pamit sama kedua orang tua,dan ketiga orang muda itu adik-adik saya.
3 jam kemudian
Angin dingin menepati janji di Ule Lhee,bulan purnama belum ada di langitnya,karena belum malam, rambut saya yang panjang di tiup angin sampai menutupi mata,berkali kali harus di naikkan memakai tangan ke atas dahi, puluhan anak BEM mulai menaiki kapal nelayan yang sekarang di pakai untuk mengangkut kami ke Pulo Aceh.
“Bang Rio,motornya saya naikkan ke kapal ya? Mana kuncinya bang?”
Itu suara Fadil,anggota BEM paling baik di hari itu
“boleh Dil, ini sekalian sama tas abang”
“Siap bang!” (dia merapatkan kaki dan menaruh tangan di miring di kening)
“Itu bukan siap Dil,tapi hormat”
“owh ya bang”
Dia berlalu sambil membawa tas dan motor.
Kuberjalan pelan menuju dermaga,memandang laut biru,merunduk kebawah dermaga,melihat anak anak ikan yang berenang di antara tiang penyangga pendaratan kapal nelayan yang sudah berkarat,ikan yang berwarna warni. lalu memandang jauh kedepan,disana ada gunung yang biru,dan aku bertanya pada Fadil yang berjalan kearah saya.
“Dil, gunung itu biru kan?”
“ya bang”
“kalau ijo gimana?”
“mana bisa ijo,itu biru bang”
“taruhan kita Dil?”
“boleh bang”
“kalau hijau,Fadil bayar makan malam abang nantik”
“Kalau biru bang”
“ya abang yang bayar makan Fadil,cool?”
“cool bang, jeh bang,bukannya deal? “okelah deal boleh juga,mari kita naik,menepuk bahu Fadil lalu sama-sama  naik kapal, jangkar di tarik ke atas kapal sama nelayan itu, yang berbaju kuning,bertuliskan Lakers, kami duduk dengan beliau.
“rokok bang!” kata Fadil menawarkan rokok pada abang Lakers itu, abang itu ambil sebatang rokok dan aku  memegang Zippo lalu membakarnya,bukan membakar abang Lakers,tapi rokoknya,dan bukan rokoknya juga,itu rokok si Fadil.
“kamu gak merokok dek?” abang Lakers bertanya padaku
“nggak bang, merokok menyebabkan kehamilan dan kelainan” jawabku
Hahaha…abang itu tertawa sampai terbatuk batuk,lalu berpantun
“ayam berkokok di atas genteng,tidak merokok tidak ganteng” lalu tertawa lagi
Aku membalasnya “ada lubang buaya di dalam loteng, yang penting bang Taqwa bukan ganteng,jadi bang,ini baru pertama kami ke Pulo,bagaimana Pulo Aceh bang?” aku bertanya sambil membetulkan tempat duduk, Lakers menghisap rokok sampai habis,lalu puntungnya di jatuhkan dan di injak,dia mengela napas dan mulai bercerita.
“Pulau Aceh itu terbagi 2 dek,1 pulau Nasi satu pulau Breuh”
“bedanya bang?” Tanya Fadil
“Ya,kalau Breuh belum masak,kalau nasi sudah” jawabku
Hahaha.. abang lakers kembali tertawa. Lalu membakar rokok lagi
“ya betul seperti kamu bilang,kalau pulau Nasi memang sudah masak,di sana sinyal sudah bagus,listrik sampai malam hidup dan lebih dekat ke Banda Aceh”
“Pulau Breuh bang?”
“kan ini kalian mau kesana,jadi lihat saja sendiri nanti” Lakers tertawa lagi
Fadil wajahnya sudah murung,berpaling dan memandang kebelakang,masih terlihat menara masjid raya,walaupun sudah sangat kecil,tatapannya kosong, bang Lakers pun sepertinya sudah tidak mood lagi berbicara,aku pun pindah mencari lawan berbicara lain,karena aku paling benci suntuk di kapal.
Kudapati seorang akhwat,duduk di atas karung beras,di temani jiregen-jiregen lalu aku datang dan duduk di atas salah satu jiregen itu,kapal mulai di terpa angin kencang,jiregen yang tidak aku duduki mulai bergerang kesana kemari,mengikuti kemiringan kapal,akhwat itu mulai mual-mual,padahal aku tidak melakukan apa-apa,hanya melihat saja dan tidak berani menyapa.
ABK mulai melempar barang kedalam laut,akupun ikut melempar jiregen yang tadi arahnya tidak tahu kemana,akhwat itu merapatkan kedua tangannya di dalam jilbab dan mulai berdo’a,di iringi syahdu do’a itu dan penumpang pun mulai panik, aku hampir mau melempar motor ke laut,tapi di cegah sama Fadil, “jangan panic bang,kita semua akan mati” katanya sambil stengah teriak,dan itu membuat akwat-akhwat lain nya bertambah panic.
Abang Lakers pun bersuara “tidak pernah angin di laut sekencang ini!” membuatku semakin tidak tenang, kusesali mengapa aku pergi,tak menuruti kata mami. Jiregen sudah habis di buang kelaut, saya dan ABK sedang sibuk membuang air laut yang masuk ke kapal.
Pulau Aceh yang dari tadi sudah Nampak terasa makin jauh saja,beberapa anak mami pun mulai menangis dan bertasbih,untungnya aku bukan anak mami tapi anak mamak dan bapak,jadi tak perlu menangis,biarlah air mata ini di simpan sampai pada masa-masa yang sangat di perlukan nanti. Ini sedang sibuk menyelamat kan diri.
Alhamdulilah sampai di antara pulau Nasi dan pulau Breuh cuaca berangsur-angsur kembali terang,air laut pun sudah sedikit tenang,yang muntah pun sudah ada balsam dan minyak angin,sehingga baunya menjadi semerbak diantara kami yang kelelahan membuang air laut,bayangkan saja, 70% bumi adalah air laut, capek sekali untuk membuang semuanya dan mau di buang kemana?
Dengan badan Amis dan berkeringat kami samapai ke pulau Aceh,di sambut hangat kuli pelabuhan dan Pak Kades setempat, aku turun bersama penumpang lain,Fadil jadi kuli  menurunkan motor dan barang bawaanku lainnya.

“Dil,lihat gunung itu, hijau kan? aku mendekati fadil dan mengambil motor sambil menyalakannya.
“tadi biru bang,kok jadi hijau ya?” “ya sudah Dil yang penting Fadil bayar abang makan malam ini,ayo naik,” “kemana bang? kan kita baru pertama kesini,nanti sesat” “mau gak?” “abang aja deh” “ya sudah, jagain tas abang ya?” “oke bang”
Aku pelan membawa motor mengelilingi pulau kecil ini,jalannya belum di aspal,udara sore sejuk dan segar, jalan berbatu kerikil ini sulit untuk di lalui dengan kecepatan tinggi,padahal aku mau lihat-lihat pulau ini semuanya dengan cepat dan kembali ke pelabuhan segera,pantainya berpasir putih,sangat indah karena bersih sekali,tak ada jejak kaki manusia,saya memberhentikan motor dan membuka sepatu lalu berlari di pingir pantai seperti orang waras,seperti bebas dari segala masalah dan seperti ada di kedamaian yang luar biasa indahnya.
Setelah puas bernafas disana lalu aku kembali,terus berjalan dan sampai di pelabuhan,tapi tak ada lagi manusia berbaju biru,mendekat lagi,sekarang menatap ke depan,rupanya ada dua pelabuhan di pulau ini,dan aku sekarang di pelabuhan yang berbeda dari tempat kami turun tadi,kulihat dari kejauhan mereka masih menurunkan barang.aku duduk sebentar di sana,menunggu sampai pekerjaan paling membosankan yang bernama menurunkan barang keperluan sehari-hari dari kapal itu benar-benar selesai,lalu baru balik kesana dan ikut mereka.
Hari tidak hari lagi,sekarang sudah gelap,biasa di panggil dengan nama malam,listrik padam sudah dari tadi jam 6 sore. Sudah aku Tanya sama orang disini,katanya membang begitu sepanjang tahun,karena di sini belum ada PLN jadi masyarakat disini paginya membeli bensin untuk genset dan jam 6 minyaknya sudah habis.
Koran serambi Indonesia jadi jarang saya baca,karena hanya kadang-kadang saja ada di antar ke Pulo,Jaringan komunikasi tidak lancar,karena sinyal sangat lemah,harus memanjat pohon atau naik ke lantai 2 untuk bisa menelpon, tetapi kalau mau sms bisa mengetik lalu kirim dan Hp taruh di atas loteng,baru sejam kemudian sms  terkirim.
                Pokonya yang punya pacar atau calon istri atau punya mama yang perhatian sama anaknya,punya proyek dimana-mana atau yang sering berkomunikasi dengan siapa saja, akan terhambat tidak sedikit.
                Fadil dari habis subuh sudah termenung di depan pintu rumah bantuan yang kami tiduri tadi malam. “aku mau pulang bang?” itu kata-kata pertamanya di pagi yang berbahagia ini, “kenapa Dil?”
“Air susah,listrik tidak ada,tidur di atas tikar,sinyal gak bagus,malam gelap,tidak bisa kemana-mana, tidak betah aku bang”
“Cuma 10 hari kita di sini Dil,kamu belum lihat lagi Lampuyang bagaimana,ombak laut lagi tidak bagus”
“pokoknya aku pulang bang,aku suntuk” fadil mengambil tas,lalu kepelabuhan
                Apalah mau di kata,anak manja,sudah biasa dengan negara yang serba ada,kalau gempa dan bencana,mungkin dia tak akan bertahan lama,aku tidak gampang bosan,ku ambil tikar,lalu tidur lagi, sudah jam 9,aku pun mandi,lalu memakai almamater menuju sekolah,parkir di samping bangunan sekolah lalu berjalan-jalan.sekolah ini dekat sekali dengan laut. Laut juga dekat dengan sekolah ini,mereka berdua dekat-dekatan dan sangat akrab. Kalau pasang purnama,air laut juga ikut masuk kedalam kelas,tapi sekolah ini tidak pernah masuk kedalam laut,mungkin karena tidak bisa berenang.
                Ini tahun 2007, aku masih  belum masuk matakuliah mikro Teaching,jd belum berani masuk kelas,jadi aku masuk ke ruang guru saja,mengucap Asalamualikum lalu masuk,dan berbincang-bincang dengan para guru yang tidak mengajar,inti dari pembicaraan itu adalah ada seorang guru PNS yang belum datang ke sekolah padahal di tempatkan kesekolah ini,gajinya di bayar perbulan tapi dia tidak datang ke pulo,karena bukan asalnya dari sini. Astagfirullah.
                Sorenya saya kenal anak kecil di pulau itu satu namanya Sumaini satu lagi Irfan, mereka mengajak saya memancing Ikan Paus,saya ganti baju lalu ikut bersama mereka,kami memasang jarring di irigasi lalu pergi ke pinggir laut,mengutip keong kecil-kecil.
“untuk apa ini? Untuk nangkap Paus”
“ini untuk di makan lah pak,tapi di rebus dulu,biar keongnya keluar dari cangkang”
Jawab Sumaini,lalu dia lanjut mandi
“pak lihat jaring tadi yuk” kata Irfan, aku ikut dia

Pak keucik paloh tangkap ikan

Kejar kejaran sama ori






Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Well of Ghost (cerbung)

Angin berdesir meniup pasir putih di tepi pantai,ombak di laut bergemuruh menerjang karang,ikan ikan berenang kesana kemari mencari makan,ubur-ubur menari nari di atas terumbu karang di saksikan bintang laut yang menempel di balik perahu nelayan tapi, Paragraph ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan cerita ini. Di dalam ruagan mandi sekolah kami,ada sebuah sumur besar peniggalan belanda,ukurannya 3 kali lebih besar dari sumur biasa,sumur ini di kelilingin oleh bebatuan,Nampak berlumut hijau yang licin,airnya sangat jernih dan hidup beberapa ikan mujair di kedalaman sumur ini. Sekarang saya berada di dalamnya,sedang mandi, ini jam 11 siang,santri lain sedang belajar di kelas,pelajaran fisika.saya dendam sama pelajaran itu.karena gurunya,kami panggil beliau pak KOMBET,kami pangil beliau begitu karena helm yang beliau pakai mirip dangan helm tentara Amerika di film COMBAT yang di siarkan di TVRI pada masa itu, tahun 1992. Kenapa saya mandi di dalam sumur. ini,berawal dari abang ...

Maukah Kau Menikam (dengan) Ku

Sebenarnya hidup ini biasa saja. Mau jadi orang biasa. Ya lakukanlah hal yang biasa. Hidup aku hidup orang biasa. Hidup aku biasa saja. Beberapa tahun ini. Tamat kuliah. Bekerja di kantor kontraktor ayah. Selasa ngajar di sekolah. Yang membuat hidup ini sekarang susah payah adalah teman-teman yang sudah menikah.                 Beberapa tahun kedepan aku terancam hidup tanpa mereka. Tanpa cinta sudah jalan beberapa tahun saja. Setelah di putuskan. Di tolak. Di acuhkan. Di sia-siakan. Perlahan hati ini tidak punya rasa lagi. Hati sudah di simpan di dalam lemari. Di balik baju yang tak di pakai lagi.                 Teman pertama yang menikah adalah si Ayi, kami sedikit shock! Kok ada cewek yang mau sama dia. Mau menikah lagi, hidup bersama selamanya. Luar biasa. Anaknya sudah dua. Luar biasa, walaupun kedua anaknya menangis waktu di lahirk...

Menjelajahi Wisata Wajib di Aceh: Sabang!

Di akhir pekan ini kami guru-guru dan staf satu sekolah Sukma Bangsa Pidie merayakan liburan di Sabang. Sekitar 120an orang kami bersiap menunggu bus jemputan pukul 03.00 dini hari di kampus sekolah. Di hari jumat ini kami berangkat dari Pidie menuju Banda Aceh ke pelabuhan penyebrangan Ulee Lheue. Dengan tiket sekitar 35.000 kami menaiki kapal Aceh Hebat 2.  Terombang ambing di kapal lambat selama hampir 2 jam, kami tiba di pelabuhan Balohan Sabang. Lalu kami dijemput oleh bus sekolah menuju masjid untuk melaksanakan salat jumat. Masjid penuh, kami harus mendengar khutbah dari luar dalam masjid. Setelah khutbah baru bisa kami merangsek masuk dan salat dua rakaat disambung asar dua rakaat. Lalu kami menuju Iboieh. Destinasi paling disukai di Sabang ini menawarkan panorama indah, kita bisa nginap di tepi pantai, bisa melihat ikan sambil berenang memakai google (snorkeling) bisa naik perahu kaca kalau takut berenang dan bisa juga diving untuk kalangan perenang profesional...