Kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok,kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, kodok, dan kodok.
Intinya Rani sangat membenci kodok. Mau kodok Bangkok, kodok ijo, kodok merah, atau kodok apapun Rani tetap enggak suka dengan kodok. Hewan hijau menjijikkan yang cuman bias loncat – loncat enggak jelas. Kaki dua buah itu seharusnya dipakai buat jalan bukan buat loncat – loncat. Ada – ada saja si Rani ini.
Tempat tinggal Rani yang bersebelahan dengan lapangan bola kaki kampung yang dipenuhi rumput dan semak belukar serta kawan - kawannya itu adalah habitat paling nyaman untuk tempat tinggal musuh bebuyutan Rani itu. KODOK. Mungkin dulu Rani tidak terlalu parno kalau ketemu dengan kodok, tapi pas masih TK dulu, Rani pernah tiba - tiba aja dikejar oleh seRT kodok ( maksud..? ). Kontan aja membuat Rani kaget dan panic dan juga menjadi awalnya untuk membenci hewan yang bisa berganti jenis kelamin tersebut ( seru^^ ).
Sampai – sampai karena hal ini Rani bercita – cita untuk pindah ke Antartika, karena disana enggak ada kodoknya.
Karena itu juga Ujang aka Randi jadi hobi ngejahilin Rani dengan kodok. Pernah suatu ketika Randi sengaja memberikan Rani seekor kodok yang bukan cuman membuat Rani kaget dan terkena serangan panic attack tapi juga menjadi awal kemurkaan Rani terhadap Randi, teman sepermainannya itu. Sepertinya Randi tidak pernah kehabisan ide untuk menjahili Rani dengan kodok-kodoknya. Bahkan mereka sempat bermusuhan hampir satu bulan karena masalah kodok itu. Ya, tapi namanya teman dari baby, mau marah-marah pasti juga baikan lagi, dan ini seperti siklus bagi mereka berdua. Setiap kali Randi datang dengan penemuan baru tentang kodok-kodok itu, Rani akan kembali murka dan mengutuk Randi, tapi setelah itu mereka akan tampak seperti biasa lagi, sepasang remaja yang gemar bercanda.
“ Ran, lo tau apa? “ Randi datang dengan tebak-tebakan sambil menaruh tasnya kedalam laci mejanya dan mengambil posisi duduk disamping Rani paling depan dan pas didepan meja guru.
“ Hmm.. apa sih? Enggak liat lagi sibuk ya? Lagi buat tugas ne! “ Rani menjawab tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari buku Kimia didepannya, hukum-hukum dasar kimia tu.
“ makanya kalau mau buat tugas tu, dirumah bukan disekolah, disekolah tu tempat belajar Nyai.” Waduh, Randi ngajak berantem tuh, dan Rani pun melihat Randi sambil memelototkan matanya.
“ Elo tau Randi songong, DIRUMAH ITU TEMPAT BERKUMPUL DENGAN KELUARGA. Jadi sebaikanya elo angkat muka dan pantat lo dari sini. “ Rani masih memelototi Randi dengan garang.
Randi ngeloyor pergi karena enggak mau menyulut pertengkaran diwaktu yang tidak tepat ini. Dia ingin mereka bertengkar dengan cara yang lebih spektakuler.
Randi menunggu sampai isitirahat dan kembali duduk disamping Rani, tapi sekarang bukan dikelas tapi di kantin bang Amat. “ Ran, lo tau apa . “ pertanyaan sama sperti yang diajukannya tadi pagi.
“ apasih Randi ? tebak-tebakan jadul lagi. “ Rani sepertinya malas meladeni Randi kali ini.
“ bukan, yang ini lebih seru lagi. Tentang kodok. “ what, Randi baru ngomong apa ? Kodok?
“ Randi, gue enggak main-main. Jangan kodok deh Rand. Lo tau kan gue anti banget yang kayak gitu..plis..” Rani seketika lemas tak berdaya.
“ bukan, lo tenang aja.”
“ Rand, gue serius. “ Rani pucat.
“ bukan itu Rani, beibeh. Ini cuman nama panggilan baru buat loe. Ranidaphobia. “
“ huh, Raniphodia. Apaan tu, kayak nama klinik aja. “
“ Ranidapobhia, kodok. Orang yang phobia sama kodok. Gue heran kok bisa pas gitu Rani dan Ranidaphobia, gue jadi terinspirasi buat novel judulnya Rani si Ranidaphobia gara-gara lo Ran. “
“ enggak lucu deh Rand. “ Rani benar – benar malas meladeni Randi dan mulai menikmati baksonya yang tiba-tiba sudah ada diatas meja.
“ boleh enggak lucu, tapi bakso gue jangan elo embat dong Ran. “ Randi menarik mangkuk bakso beserta sendok yang telah Rani makan satu baksonya.
Hehehe, Rani enggak sadar ternyata, dasar.
H
Komentar